Keyakinan kita sebagai umat Islam terhadap
kebenaran ajaran Rasulullah Saw tidak didasari oleh apa yang dikatakan
mereka di luar Islam. Pegangan ini tetap kuat sebelum dan setelah mereka
mengimani kebenarannya. Ia pun semakin kokoh meski mereka menghujatnya
dari seluruh arah dengan apa yang mereka punya dari kekuatan fisik dan
maknawi.
Olehnya itu, sebelum para perindu taman-taman hikmah
kenabian dan pecinta hakikat diajak melihat pancaran cahaya kenabian dan
kerasulan Rasulullah Saw yang diberitakan di Taurat, meski mereka
menutupinya bahkan membuangnya jauh-jauh dari lipatan-lipatan sejarah
dengan penuh kesengajaan, sebelumnya itu penulis ingin mengenalkan Anda
hakikat Qur’ani yang memberitahu sikap Yahudi tentang Islam dan Nabinya.
Di
antara hakikat itu, mereka sangat cerdik membolak-balik fakta, yang
kehilangan nilai disulap dan disihir menjadi batu mulia berharga, yang
benar dipudarkan kekuatan maknawinya, bahkan diangkat dari
lembaran-lembaran kitab suci mereka.
Ketidakjujuran Yahudi melihat
dan mengakui sebuah fakta disifati Q.S. An-Nisa’ [4]: 46 dan Q.S.
Al-Maidah [5]: 13 seperti berikut:
قَالَ
اللهُ تَعَالَى: )مِنَ الَّذِينَ هَادُوا يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ
مَوَاضِعِهِ وَيَقُولُونَ سَمِعْنَا وَعَصَيْنَا وَاسْمَعْ غَيْرَ مُسْمَعٍ
وَرَاعِنَا لَيًّا بِأَلْسِنَتِهِمْ وَطَعْنًا فِي الدِّينِ وَلَوْ
أَنَّهُمْ قَالُوا سَمِعْنَا وَأَطَعْنَا وَاسْمَعْ وَانْظُرْنَا لَكَانَ
خَيْرًا لَهُمْ وَأَقْوَمَ وَلَكِنْ لَعَنَهُمُ اللَّهُ بِكُفْرِهِمْ فَلَا
يُؤْمِنُونَ إِلَّا قَلِيلًا(.
قَالَ اللهُ
تَعَالَى: )فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا
قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا
حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ
مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ فَاعْفُ عَنْهُمْ وَاصْفَحْ إِنَّ
اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ(.
Di antara sifat keji mereka, ada
yang dibahasakan kedua ayat di atas dengan kalimat yang sama, yaitu:
(يُحَرِّفُوْن الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ), sementara itu, di ayat lain
sifat ini datang dengan kalimat yang hampir serupa susunannya dengan
kalimat pertama tersebut, yaitu: (يُحَرِّفُوْن الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ
مَوَاضِعِهِ) seperti di Q.S. Al-Maidah [5]: 41
قَالَ
اللهُ تَعَالَى: )يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ لَا يَحْزُنْكَ الَّذِينَ
يُسَارِعُونَ فِي الْكُفْرِ مِنَ الَّذِينَ قَالُوا آمَنَّا
بِأَفْوَاهِهِمْ وَلَمْ تُؤْمِنْ قُلُوبُهُمْ وَمِنَ الَّذِينَ هَادُوا
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ سَمَّاعُونَ لِقَوْمٍ آخَرِينَ لَمْ يَأْتُوكَ
يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ يَقُولُونَ إِنْ
أُوتِيتُمْ هَذَا فَخُذُوهُ وَإِنْ لَمْ تُؤْتَوْهُ فَاحْذَرُوا(.
Di
sini, sifat mereka di kedua ayat pertama datang dengan kata penghubung
(عَنْ) dan di ayat kedua dengan (مِنْ بَعْدِ). Apakah yang
melatarbelakangi perbedaan sistematika kedua kelompok ayat ini,
sementara topik utama mereka sama, yaitu kejahatan Yahudi dalam
memainkan kitab suci Allah? Apakah di sana ada perbedaan makna?
Para
ahli tahkik dari kalangan mufassir menafsirkan kalimat pertama
(يُحَرِّفُوْن الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ) dengan penafsiran yang cukup
luas. Kegemaran mereka mengubah kitab suci Allah dapat diartikan dengan
mengangkat kalimat-kalimat Allah dari tempatnya, atau memaknai ayat-ayat
Allah (ta’wil) dengan arti yang jauh dari kebenaran sesuai
kehendak nafsu mereka, atau menambah dan mengurangi hasil perbincangan
mereka dengan Rasulullah Saw.
Di lain sisi, mereka melihat bahwa
kalimat kedua: (يُحَرِّفُوْن الْكَلِمَ مِنْ بَعْدِ مَوَاضِعِهِ) lebih
menekankan jenis perubahan tertentu yang mereka lakukan dengan
mengabaikan hukum-hukum Taurat yang tidak layak menurut mereka untuk
dipatuhi, seperti hukum rajam,
hukum itu dibuang dari tempatnya tanpa diganti dengan hukum lain.
Tentunya, kejahatan inilah yang paling terburuk, kejahatan yang
ditangani langsung oleh kelompok tertentu dari mereka yang tugasnya
hanya membatalkan hukum-hukum Taurat yang sulit atau berat menurut
mereka untuk dikerjakan.
Olehnya
itu, wajar jika mereka disifati dengan sifat abadi Q.S Al-Baqarah [2]:
120 sebagai kaum penghasut yang kedengkian dan kebenciannya terhadap
umat Islam tidak akan pernah surut dan padam.
Di antara hakikat
Qur’ani yang mereka ingkari kedatangan Rasulullah Saw di Madinah, kota
hijrah Rasulullah Saw yang diyakini kebenarannya oleh sebagian ahli
kitab sendiri.
Salamah bin Salamah bin Waqash (termasuk ahli perang Badar) berkata:
“Ada
seorang Yahudi yang hidup bertetangga dengan kami di Bani Abd
al-Asyhal. Ia diriwayatkan mendatangi para penyembah berhala dan
memberitahu mereka kebenaran hari kiamat, kebangkitan, perhitungan amal
manusia, mizan amal, neraka dan surga. Mereka pun menjawab: “celakalah
engkau! Apa Anda benar-benar meyakininya, meyakini bahwa suatu saat
manusia akan dibangkitkan kembali dari kematian ke tempat yang
memperlihatkan surga dan neraka dan para penduduknya mendapatkan balasan
amal mereka masing-masing?“ Jawabnya: “ya, di sana ada yang lebih
bercahaya dari cahaya api neraka, ia akan nampak di kota Madinah ini,
yang melindunginya dan mengizinkannya memenuhi sudut-sudut kota Madinah
mereka itulah yang selamat dari api neraka.” Mereka kembali berkata:
“celakalah engkau! Apakah tandanya?” Jawabnya: “seorang nabi yang diutus
dari negeri ini (dengan mengisyaratkan tangannya ke Mekah dan Yaman).”
Mereka kembali bertanya: “kapan Anda akan melihat nabi ini?” Jawabnya
sambil melirik kepadaku yang termuda dari mereka: “jika anak lelaki ini
ditakdirkan panjang umur, ia akan melihatnya.” Salamah berkata: “demi
Allah, tidak cukup lama perkataan ini berlalu dari pendengaran kami
hingga Allah mengutus Nabi Muhammad Saw, kami pun mengimaninya dan
mereka mengingkarinya. Kami berkata kepadanya: “celakalah engkau!
Bukankah kau sendiri yang mengatakan kepada kami apa yang telah engkau
katakan kemarin?” jawabnya: “ya, tetapi yang datang itu, bukanlah nabi
yang kami nanti-nantikan.”
Di riwayat lain ada sekelompok orang dari kaum Ashim bin umar bin Qatadata berkata:
“yang
mendorong kami memeluk Islam (tentunya dengan rahmat Allah dan
petunjuk-Nya), kami pernah mendengar dari orang-orang Yahudi -mereka
ahli kitab, sementara kami penyembah berhala, mereka punya ilmu yang
tidak kami miliki, di antara kami terselubung kebencian, jika kami
melakukan sesuatu yang mereka benci, mereka mengatakan kepada kami-:
“sesungguhnya telah dekat waktu kedatangan nabi yang akan memimpin kami
memerangi dan memusnahkan kalian (kaum Aus dan Khazraj) seperti kemusnahan kaum Ad’ dan Iram).” Kami sering mendengar ini dari mereka.
Di
saat Rasulullah Saw diutus kami pun mengimaninya dan mereka
mendustainya. Yang demikian itu karena kami mengetahui ancaman
orang-orang Yahudi tersebut… Olehnya itu, kepada kami dan mereka Q.S.
Al-Baqarah [2]: 89 diturunkan:
)وَلَمَّا
جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا
مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ
مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ فَلَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الْكَافِرِينَ(.(
Apakah
yang menyebabkan mereka mendustai kedatangan Rasulullah Saw sebagai
Nabi penutup akhir zaman? Bukankah di Taurat sendiri ada beberapa
ayat-ayat yang mengisyaratkan ke sana?
Bukankah perjanjian lama (الْعَهْدُ الْقَدِيْمُ), kitab kejadian: ayat 21, ishah 21 teks kuat yang menegaskan berkah Nabi Ismail A.S yang bertempat tinggal di gunung Fârân?
Bukankah
kitab ulangan: ayat 18, ishah 15-18 keterangan-keterangan kuat terhadap
berita kedatangan Nabi ummi (yang tidak tahu baca tulis) yang
diberitakan sendiri oleh Nabi Musa A.S bahwa Nabi ini datang dari bangsa
mereka sendiri (bangsa Arab) seperti Nab Musa A.S yang datang dari
kaumnya sendiri (Bani Israil)? Bukankah yang ummi dari Nabi-nabi Allah
itu Rasulullah Saw?
Bukankah kitab ulangan: ayat 33, ishah 1-3
menyatakan dengan jelas berkah kenabian dan kerasulan yang Allah
nampakkan di pegunungan Sinai, Sair, dan Fârân?
Bukankah Taurat
diturunkan ke Nabi Musa A.S di gunung Sinai? Bukankah Injil diturunkan
ke Nabi Isa A.S di Sair? Bukankah Fârân (salah satu gunung di pegunungan
kota Mekah) tempat turunnya Al-Quran?
Fârân
ini nama kota Mekah di bahasa Ibrani. Di perkataan lain Fârân nama
pegunungan di kota Mekah, dan kadang juga nama ini diartikan ke semua
daerah pegunungan di Hijaz.
Sementara itu, Kamus al-Kitab al-Muqaddas melihat bahwa Fârân ini nama
padang pasir di bagian selatan Palestina yang berbatasan dengan Sinai
hingga ke Îlat (Aqabah).
Tentunya, menempatkan Fârân di antara Sinai dan Sair sebuah penempatan yang salah secara geografis.
Di
samping itu, mereka pun merubah sifat-sifat Rasulullah Saw yang
diberitakan Taurat dan menempatkan Nabi Adam A.S sebagai pemilik
sifat-sifat tersebut. Sifat-sifat tersebut, seperti: berkulit putih bersih kemerah-merahan, yang sedang tingginya, seperti yang diberitakan di Sunan Imam at-Tirmidzi.
Sifat lain Rasulullah Saw yang dihapus dari Taurat oleh tangan-tangan kotor mereka seperti yang diriwayatkan Ka’ab al-Ahbar:
“Ahmad
hamba pilihan-Ku, tidak keras hati, tidak kasar, dan tidak suka
menciptakan kebisingan dan hiruk-pikuk di pasar, tidak membalas
keburukan dengan keburukan, suka memaafkan dan senantiasa meminta
ampunan dan rahmat-Nya untuk tempat lahirnya Bakka (Mekah) dan tempat
hijrahnya Taba (Madinah), dan umatnya yang senantiasa memuji Allah di
setiap inayah-Nya, bertasbih di rumah-rumah mereka, membasuh anggota
tubuh mereka dengan air wudhu’, dan menutup seperdua tubuh mereka dengan
kain panjang, menjaga waktu dan menghargainya, azan mereka terdengar
bergema di udara, barisan mereka terlihat tertata rapi di peperangan dan
shalat, ahli ibadah di malam hari, singa di siang hari, suaranya
seperti suara lebah beterbangan, menegakkan shalat di mana pun waktu
shalat itu mendatanginya, meski di atas kotoran.
Teks
ini sudah tidak ada lagi di Taurat, kebutaan dan kedengkian mendarah
daging telah membuangnya jauh-jauh dari tempat aslinya. Meskipun
demikian, Anda dapat menemukan potongan pertama dari riwayat ini di
riwayat Ka’ab al-Ahbar di Dalâil an-Nubuwah.
Apa yang menyebabkan mereka melakukan ini semua? Apakah yang mereka tunggu sebenarnya?
Yah,
wajar jika mereka melakukan ini semua karena nabi penyelamat yang
mereka tunggu belum datang. Nabi yang akan mengembalikan kejayaan mereka
atas nama Tuhan mereka Yaho (ياهوه), membangun kembali puing-puing
kerajaan Nabi Sulaeman A.S yang pernah berjaya, dan menyatukan kembali
orang-orang Yahudi di seantero alam di kerajaan Israel Raya yang mereka
dambakan.
Ini
bukanlah hal aneh, sebelumnya mereka juga mengingkari kebenaran Nabi
Isa As. Yang demikian itu karena mereka tidak menemukan harapan-harapan
tersebut dalam ajarannya. Nabi Isa A.S datang menanamkan akhlak mulia
dan tarbiyah ruhiyah yang mengimani perkara-perkara gaib. Dan karena
tatanan hidup ini menyalahi kehidupan mereka yang telah dikuasai materi
yang membutakan, mereka pun menatap Nabi Isa A.S dengan tatapan yang
memendam seribu satu kebencian dan kedengkian. Olehnya itu, mereka
mengingkari kenabian Isa A.S, mengutuk dan menggiringnya ke laknat
penyaliban.
Di
lain sisi, ada yang mengembalikan kebencian itu kepada apa yang menimpa
orang-orang Yahudi dari penyiksaan dan penindasan yang pahit oleh
orang-orang Masehi di zaman pemerintahan Kostantin.
Hematnya,
semua kemungkinan ini boleh jadi sebab utama dari sikap ingkar mereka
terhadap Nabi Isa A.S, sehingga ia pun disifati dengan sifat-sifat tidak
manusiawi, seperti yang diriwayatkan Talmud.
Dan
karena harapan-harapan mereka terlihat jauh dari kenyataan di Nabi
penutup hamba-hamba Allah, Rasulullah Saw, mereka pun terhitung beberapa
kali ingin mencelakainya., seperti yang diriwayatkan Ibn Abbas R.A:
“Sekelompok
Yahudi merencanakan tipu muslihat untuk membunuh Rasulullah Saw dan
sahabatnya dengan membubuhi makanan mereka dengan racun. Namun, Allah
memberitahunya perihal mereka, sehingga ia dan sahabatnya tidak
mendatangi makanan itu.
Di
kesempatan lain, Rasulullah Saw mendatangi Bani Quraidzah bersama
dengan Abu Bakar, Umar, dan Ali R.A meminta denda (diyat) kedua orang
muslim yang dibunuh Amru bin Umayya ad-Damiri dengan tidak sengaja,
hanya karena ia menyangka keduanya orang musyrik. Mereka mengatakan
kepada Rasulullah Saw: “Ya, wahai Aba al-Qasim (panggilan umum
orang-orang Yahudi yang enggan menyebut Nabi Muhammad Saw sebagai rasul
Allah), duduklah hingga kami menjamu dan memberi Anda apa yang Anda
minta.” Mereka menyila Rasulullah Saw dengan hormat mendekati jamuan
yang telah disiapkan dan pada waktu yang sama mereka merencanakan
membunuhnya. Mereka meminta Amru bin Jahhasy menggelindingkan batu besar
dari atap rumah perjamuan ke kepala Rasulullah Saw, tetapi Jibril A.S
datang memberitahunya tipu muslihat tersebut, sehingga Rasulullah Saw
keluar meninggalkan mereka sebelum rencana itu terlaksana.
Kejahatan seperti ini diabadikan Q.S. Al-Maidah [5]: 11:
قَالَ
اللهُ تَعَالَى: )يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا نِعْمَتَ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ هَمَّ قَوْمٌ أَنْ يَبْسُطُوا إِلَيْكُمْ
أَيْدِيَهُمْ فَكَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَعَلَى
اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ(.
Bagaimana mungkin mereka
dapat mencelakai Rasulullah Saw yang keselamatannya terlindungi dan
terjaga oleh qudrah azali tak tertandingi yang diabadikan dalam Q.S.
Al-Maidah [5]: 67:
قَالَ اللهُ تَعَالَى: )وَاللَّهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْكَافِرِينَ(.
Sebelum
pemerhati sejarah Rasulullah Saw diajak memberikan kesimpulan, Anda
diajak mengetahui kejahatan lain orang-orang Yahudi, kepiawaian mereka
memasarkan produk pemikiran yang kehilangan arti-arti kemanusiaan dan
nilai-nilai peradaban menjadi produk mendunia yang berhasil memfitnah
sebagian dari mereka yang kurang peka melihat kenistaan dan kehinaan
produk pemikiran seperti ini.
Bukankah teori evolusi Darwin bukti
nyata hakikat ini? Mayoritas pemerhati arus pemikiran global melihat
bahwa popularitas teori ini bukan karena ia mampu mendorong ilmu
pengetahuan dan peradaban ke puncak piramid kemajuan manusia, tetapi
karena ia dapat menyeret mereka mengingkari Allah. Tentunya, ancaman ini
bukan hanya merongrong nilai-nilai ketuhanan agama Islam, tetapi semua
umat beragama yang mengenal ketuhanan Allah SWT.
Olehnya itu, sebagian pakar politik timur tengah melihat bahwa kekuatan super power Israel
bukan pada kekuatan militer yang ia miliki, tetapi lebih bertumpu pada
kecerdikan mereka menguasai opini umum dengan media massa yang mereka
miliki.Yah, pernyataan ini cukup benar. Karena seandainya mereka kuat hanya
dengan mengandalkan kekuatan militer, tentunya mereka telah meraih
kemenangan melawan Hizbullah di Lebanon atau kemenangan dari militer
Mesir di perang Oktober, Sabtu, 6 hingga Jum’at, 26 tahun 1973.
Kini,
saya mengajak pemerhati sejarah Rasulullah Saw menyimpulkan dan
menyuarakan hakikat keistimewaan risalah Islam seperti berikut:
“Pesona
keistimewaan Rasulullah Saw dan keindahan jalan hidupnya semakin terang
memancarkan kilauan kebenaran hakikat-hakikat agama ini di zaman materi
yang kuat menggerogoti sendi-sendi kehidupan. Semakin gencar mereka
menutupi kebenaran cahaya itu, kebenarannya semakin kuat menggema oleh
para pecinta dan perindunya yang bangkit menyuarakan dan memenangkannya.
Bagaimana mungkin mereka dapat menutupi cahaya kebenaran? Mereka dapat
menutupi seribu satu kebohongan untuk tidak terdengar oleh sinyal
telinga-telinga sejarah, tetapi mereka tidak mungkin dapat menutupi
cahaya pemberi sinar, khususnya jika cahaya itu datang dari Pemilik
Tunggal lagi Kekal matahari dunia. Yakini ini, dan menangkanlah (istilah
penulis, karena ia tidak pernah kalah) perjuangan Rasulullah Saw.”
Karena
bulan Safar ini mengingatkan umat Islam peristiwa bersejarah hijrah
Rasulullah Saw dari Mekah ke Madinah, tulisan ini hadir di salah satu
harinya, Rabu, 19 Safar 1434 H, 2 Januari 2013 M sebagai mediator dakwah
menyebarkan pesona keistimewaan Rasulullah Saw dan dakwahnya.
Seperti
riwayat sebab turunnya Q.S. Al-Maidah [5]: 41. Diriwayatkan orang-orang
Yahudi berbeda pendapat melihat hukum orang yang berzina dalam keadaan
ia telah menikah di saat ada seorang lelaki dari mereka berzina dengan
seorang perempuan dari Khaibar atau Fadak. Di antara mereka ada yang
ingin merajam dan yang lainnya hanya ingin menjilid dan membuat wajah
mereka hitam dengan kotoran. Perbedaan ini mendorong mereka meminta
Rasulullah Saw untuk menjadi penengah dalam masalah ini. Namun,
sebelumnya itu mereka mengatakan: “jika Rasulullah hanya memutuskan
masalah ini dengan membuat wajah mereka berdua hitam dengan kotoran
sebagai simbol kemaksiatan, kita menerima hukumnya, tetapi jika ia
memutuskan rajam, kita harus menolaknya.” Di sini Rasulullah Saw berkata
kepada ahli-ahli kitab mereka: “Apakah yang Anda dapatkan di Taurat
jika ada salah satu dari kalian berzina dalam keadaan ia telah menikah?”
jawab mereka: “mukanya dihitami dengan kotoran dan dijilid mengelilingi
sudut-sudut kota.” Rasulullah Saw pun mengingkari hukum seperti ini dan
memberitahu bahwa hukum mereka berdua adalah rajam, kemudian ia meminta
Taurat dibentangkan dan dibaca. Yang membacanya meletakkan tangannya di
atas ayat rajam dan tidak ingin membaca dan memperlihatkannya,
Rasulullah Saw berkata: “angkat tanganmu! Ia pun mengangkat tangannya
dan ternyata ia menyembunyikan ayat rajam.” Selanjutnya ia berkata:
“Sesungguhnya akulah yang pertama kali menghidupkan kembali hukum
Taurat.” Lihat: Sunan Imam Abi Daud, kitab al-Hudud, bab fi Rajmi al-Yahudiyyin, hadits. no: 4446, hlm. 798, dan lihat juga: al-Wahidi, Ali bin Ahmad, Asbabun Nuzul, hlm. 343, dan Tafsir at-Tabari, vol. 10, hlm. 305
([3]) Lihat: Tafsir Syekh Abi Suud, vol. 2, hlm. 143, 249, dan lihat juga: at-Tîbi, Futuhul Gaib, vol. 7, hlm. 113, dan Ibn Asyur, at-Tahrîr wa at-Tanwîr, vol. 6, hlm. 200
([4]) Lihat: Abdul Malik bin Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyyah, dikomentari
dan ditakhrij haditsnya oleh Dr. Umar Abdussalam Tadmuri, Darul kitab
al-Arabi, Beirut, cet. 2: 1410 H/1990 M, vol. 1, hlm. 238-239
([5]) Jika
Anda bertanya: “dari mana sejarahnya orang-orang Yahudi datang ke
Madinah dan hidup bertetangga dengan kaum Aus dan Khazraj (Kaum Anshar,
pembela Rasulullah Saw)?
Jawabnya: “yang diketahui Aus dan Khazraj datang ke Madinah dari Yaman terlebih dahulu setelah bendungan air besar mereka runtuh dan peradaban kerajaan mereka (Saba’) hancur diporak-porandakan banjir besar. Sementara itu, orang-orang Yahudi datang ke Madinah setelah melarikan diri dari Flavius Heraklius Augustus (هِرَقْل) (575-641 M), kaisar Romawi Timur yang berusaha menjatuhkan hukuman setimpal kepada mereka setelah ia mengetahui keikutsertaan mereka dengan bangsa Persia menyiksa umat Nasrani di Syam (nama zone negara-negara Arab dulu kala yang meliputi: Syiria, Lebanon, Yordania, dan Palestina).” Lihat: Prof.Dr. Taha Habisyi, Qissah an-Nabi maa al-Yahud fi Jazirah al-Arab, Maktabah al-Iman, Cairo, cet.3: 1430 H/2009 M, hlm. 20-21
Jawabnya: “yang diketahui Aus dan Khazraj datang ke Madinah dari Yaman terlebih dahulu setelah bendungan air besar mereka runtuh dan peradaban kerajaan mereka (Saba’) hancur diporak-porandakan banjir besar. Sementara itu, orang-orang Yahudi datang ke Madinah setelah melarikan diri dari Flavius Heraklius Augustus (هِرَقْل) (575-641 M), kaisar Romawi Timur yang berusaha menjatuhkan hukuman setimpal kepada mereka setelah ia mengetahui keikutsertaan mereka dengan bangsa Persia menyiksa umat Nasrani di Syam (nama zone negara-negara Arab dulu kala yang meliputi: Syiria, Lebanon, Yordania, dan Palestina).” Lihat: Prof.Dr. Taha Habisyi, Qissah an-Nabi maa al-Yahud fi Jazirah al-Arab, Maktabah al-Iman, Cairo, cet.3: 1430 H/2009 M, hlm. 20-21
([6]) di
antara ahli sejarah ada dari mereka yang melihat Iram ini sebagai ibu
kota kaum Ad’ dan ada juga yang menafsirkannya dengan kota Iskandariah.
Mayoritas mereka melihat bahwa kota itu adalah Dimaskus. Namun, di
antara mereka ada pula yang mengartikannya sebagai negeri yang pernah
anda dan pergi ditelan bumi, dan bukanlah kota, seperti penafsiran para
ahli sejarah.
Hematnya, Iram ini adalah kaum yang pernah ada dan musnah, dan itu diketahui orang-orang Yahudi, sehingga mereka menakut-nakuti penduduk Madinah dengan kemusnahan mereka.
Hematnya, Iram ini adalah kaum yang pernah ada dan musnah, dan itu diketahui orang-orang Yahudi, sehingga mereka menakut-nakuti penduduk Madinah dengan kemusnahan mereka.
No comments:
Post a Comment